PEMAPARAN HASIL PROGRAM IPTEKS, VOUCER dan PENGEMBANGAN BUDAYA KEWIRAUSAHAAN TAHUN 2008 DI PERGURUAN TINGGI 16 S/D 18 JULI 2009
DP2M DIRJEN DIKTI, pada tanggal 14-18 Juli 2009 mengadakan kegiatan yaitu pemaparan hasil kegiatan Program Ipteks, voucer dan Pengembangan Budaya Kewirausahaan tahun 2008 di Perguruan Tinggi di hotel ACACIA Jl. Kramat Raya no. 81 Jakarta Pusat. Kegiatan ini diikuti oleh 60 peserta dr Perguruan Tinggi seluruh Indonesia yang sudah melalui seleksi, dari 110 artikel menjadi 60 artikel.Dari UNNES, yang terpilih sebanyak 12 artikel yang terdiri dari Program IPTEKS,Voucer, KKU, dan MKU. Pemaparan artikel program IPTEKS dan VOUCER terlaksana tanggal 14-16 Juli 2009, sedangkan program KKU dan MKU dilaksanakan tanggal 16-18 Juli 2009. Selain kegiatan pemaparan hasil, juga dilakukan pameran poster hasil pengabdian. Kegiatan ini menjadi ajang tukar pikiran antara dosen yang sekaligus berprofesi wirausaha dari berbagai perguruan tinggi, sharing dengan pelaku usaha yang sudah berhasil serta mendapatkan pengarahan dari Dirjen DIKTI untuk program kegiatan pengembangan kewirausahaan tahun berikutnya.
Saya berangkat ber enam dengan teman2 naik kereta Argo Sindoro krn SPPD nya hanya untuk kereta. Sebetulnya saya lebih suka naik pesawat, tapi karena teman2 naik kereta ya akhirnya ikut naik kereta, demi kebersamaan. Saya memaparkan hasil MKU, ibu Wahyu dari PKK memaparkan KKU, ibu Margunani dari Ekonomi memaparkan KKU, pak Hadromi, p Said, dan p Wirawan dari teknik Mesin memaparkan MKU.Berangkat dari Semarang, tanggal 16 Juli 2009 pukul 05.30 sampai Jakarta pukul 11.30. Kami turun di Gambir, langsung meluncur ke hotel Acacia. Sangat mudah untuk menemukan hotel tersebut karena letaknya di pinggir jalan protokol dan masuk kategori hotel bintang 4.Kami langsung chek in, tetapi karena kamar belum siap maka kami langsung mengikuti pembukaan yang dilakukan oleh Ka.Sub.Dit DP2M Dirjen DIKTI ibu Desmelita, yang dilanjutkan pemaparan Kisah Sukses UKM dari Sam Herodian Dekan Fakultas Pertanian IPB, Hengky Eko Priyantono, pengusaha bakso yang mempunyai 120 cabang di seluruh Indonesia, dan Wibowo Mukti seorang dosen sekaligus pengusaha kabel. Malamnya dilanjutkan pengarahan dari Dirjen Dikti.Pukul 21.30 kegiatan hari pertama selesai, segera saya bergegas menuju kamar 622 di lantai 6 karena sudah sangat lelah dan tak kuasa menahan kantuk. Meskipun demikian saya baru bisa terlelap setelah lewat pukul 12.30.
Pagi, Jumat tanggal 17 Juli 2009, saya bersiap-siap untuk mengikuti kegiatan pemaparan hasil pengabdian. Saya mendapatkan kesempatan maju pada sesion ke 3 yaitu pukul 13.00-15.00 setelah makan siang. Tepat pukul 07.47, ada khabar Hotel JW MARRIOT dan RITZ CARLTON di Mega Kuningan terkena bom dengan korban yang cukup banyak, bisa dibayangkan bagaimana paniknya para peserta kegiatan. Masing-masing keluarga bertanya dan kawatir dengan kondisi kami, takut kalau kami menginap di hotel yang kena bom. Kegiatan pemaparan yang semula direncanakan selesai pukul 17.00 dipercepat pelaksanaannya sehingga pukul 12.30 sudah selesai, karena pemaparannya dibagi menjadi 4 kelompok. Setelah pemaparan individu dilanjutkan sharing kembali antar sesama peserta. Kegiatan tersebut ditutup oleh Ka. Sub.Dit DP2M Dirjen Dikti ibu Desmelita pukul 18.00. Setelah selesai mengurus administrasi, saya langsung packing baju untuk bisa pulang Semarang pagi2.Karena saya tidak bisa tidur, saya sempatkan menulis di blog ini. Semoga malam ini saya bisa tidur nyenyak dalam lindungan Tuhan, dan besok saya sudah bisa memeluk tiga buah hati di rumah. Terimakasih Tuhan, terimakasih anak-anak tersayang Abed, Nonik, dan Jelica. Ibu sayang dan kangen kalian. Malam ini kalian tidur nyenyak juga yaaa... I LOVE YOU ALL
Jumat, 17 Juli 2009
Rabu, 08 Juli 2009
PENINGKATAN KETERAMPILAN TATA RIAS DAN DEKORASI PENGANTIN MELALUI MAGANG KEWIRAUSAHAAN
Eny Kusumastuti
Universitas Negeri Semarang
ABSTRAK
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa masih sedikit sekali prosentase lulusan Pendidikan Seni Tari yang berwirausaha sendiri. Salah satu cara yang tepat untuk menumbuhkan jiwa kewirausahaan mahasiswa program Studi Pendidikan Seni Tari adalah dengan mengadakan Program Magang Kewirausahaan (MKU). Kegiatan MKU di awali dengan melakukan koordinasi antar tim pelaksana dan pengusaha mitra, seleksi peserta MKU, pembekalan materi baik teoretis maupun praktis kepada mahasiswa peserta MKU, dan pelaksanaan kegiatan dengan menggunakan metode demonstrasi, pendampingan dan pengamatan. Waktu pelaksanaan MKU menyesuaikan pengusaha mitra, dengan tempat di sanggar dan di gedung B2 Universitas Negeri Semarang. Materi MKU, meliputi : pengetahuan dan praktek kewirausahaan, praktek tata rias busana dan dekorasi pengantin gaya solo putri dan Solo basahan, lengkap dengan tata caranya, membantu pengusaha mitra pada saat mendapatkan permintaan merias pengantin. Evaluasi dilakukan bersamaan dengan berjalannya proses MKU oleh pihak dosen pembimbing, mahasiswa maupun pengusaha mitra. Hasil kegiatan MKU, adalah meningkatnya pengetahuan dan keterampilan mahasiswa dalam bidang tata rias dan dekorasi pengantin, yang dituangkan dalam pembuatan rencana bisnis (business plan) tentang usaha jasa rias dan dekorasi pengantin.
Kata kunci : magang kewirausahaan, tata rias, dekorasi pengantin
PENDAHULUAN
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan sampai pada tahun 2007 ini, lulusan Prodi Pendidikan Seni Tari S1 sebagian besar belum terserap di lapangan pekerjaan bidang kependidikan, dan masih mengalami banyak kendala untuk terjun di dunia kerja sebagai guru. Hal tersebut diakibatkan karena terbatasnya formasi tenaga guru di bidang Pendidikan Seni Tari sebagai CPNS baru, oleh Depdiknas baik di sekolah-sekolah negeri maupun di sekolah – sekolah swasta. Minimnya lulusan program studi Pendidikan Seni Tari yang menekuni wirausaha di jalur non kependidikan menunjukkan bahwa mereka kurang memiliki keberanian untuk terjun berwirausaha. Secara teori dan praktek, lulusan program studi Pendidikan Seni Tari sudah memperoleh bekal yang memadai dengan harapan setelah lulus, dapat diterapkan di lapangan. Pada umumnya mereka berkeinginan untuk menjadi tenaga kependidikan sebagai guru atau karyawan sebuah instansi atau perusahaan. Di sisi lain, lapangan pekerjaan di luar profesi guru masih sangat terbuka lebar, misalnya di bidang penjualan jasa Dekorasi dan Rias Pengantin, Sanggar Tari, Persewaan Kostum Tari, maupun pengelola entertainment secara keseluruhan. Padahal berwirausaha di bidang ini memiliki prospek pasar yang sedemikian luas dan hampir setiap saat dibutuhkan oleh masyarakat. Kondisi tersebut menggambarkan minimnya perilaku kewirausahaan lulusan program studi Pendidikan Seni Tari. Ada kecenderungan, mahasiswa tidak mau bersusah payah dalam bekerja, sehingga ingin mencari mudahnya saja dengan menjadi pegawai negeri. Untuk menjadi seorang wirausaha tidak mudah, dituntut memiliki kemauan yang keras dan ketekunan. Seperti yang dikatakan Tarmudji (1996: 4) bahwa seorang wirausaha dapat diartikan seseorang yang berkemauan keras dalam bisnis yang patut menjadi teladan hidup.
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, salah satu cara yang tepat untuk menumbuhkan jiwa kewirausahaan mahasiswa program studi Pendidikan Seni Tari adalah dengan mengadakan Program Magang Kewirausahaan (MKU) di Sanggar Rias dan Dekorasi Pengantin SRI RINA Semarang. Tujuan khusus yang ingin dicapai melalui kegiatan Magang Kewirausahaan adalah ; (1) meningkatkan pengetahuan kewirausahaan mahasiswa, baik dalam keilmuannya maupun pengalaman berwirausaha, (2) memacu motivasi kewirausahaan mahasiswa yang berminat menjadi calon wirausahawan kelak setelah lulus, (3) membuka peluang untuk memperoleh pengalaman praktis kewirausahaan bagi dosen pembimbing mahasiswa, (4) menjalin kerjasama link and match antara Perguruan Tinggi dengan dunia usaha. Target luaran kegiatan Magang Kewirausahaan ini adalah : mahasiswa dapat menyerap pengalaman praktis selama magang, dapat membuat rencana bisnis (business plan) tentang usaha jasa rias dan dekorasi pengantin, dan menumbuhkan jiwa kewirausahaan mahasiswa yang dapat ditunjukkan melalui minat dan motivasi selama mengikuti magang maupun setelah selesai program magang.
METODE
Pelaksanaan kegiatan MKU di awali dengan melakukan koordinasi antar tim pelaksana dan pengusaha mitra untuk membahas persiapan, pembagian tugas, dan teknik pelaksanaan MKU. Metode Pelaksanaannya menggunakan demonstrasi, pendampingan dan pengamatan. Mahasiswa peserta kegiatan Magang Kewirausahaan ini adalah mahasiswa Program Studi Pendidikan Seni Tari, Jurusan Pendidikan Seni Drama Tari Musik, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang semester VI yang sudah menempuh mata kuliah Kewirausahaan, Tata Rias Busana I, Tata Rias Busana II, Tata Rias Busana Temanten, sehingga pada saat mengikuti program kegiatan Magang Kewirausahaan ini mahasiswa sudah mempunyai bekal ilmu tentang kewirausahaan dan Tata Rias. Seleksi peserta MKU dilakukan dengan langkah-langkah : (1) memberikan pengumuman kepada mahasiswa, (2) mendata mahasiswa yang berminat ikut MKU, (3) menyeleksi mahasiswa dengan materi seleksi meliputi pengetahuan kewirausahaan, keterampilan tata rias dan busana, dan minat. Pembekalan materi baik teoretis maupun praktis kepada mahasiswa peserta MKU, meliputi : materi pengetahuan kewirausahaan, materi tata rias dan busana, teknik pelaksanaan kegiatan, evaluasi pelaksanaan magang.
Tempat pelaksanaan Magang Kewirausahaan adalah Sanggar Rias dan Dekorasi Pengantin SRI RINA. Bahan dan peralatan yang dimiliki sanggar Rias dan Dekorasi Pengantin SRI RINA cukup lengkap, terdiri dari seperangkat bahan dan alat make up, 7 set busana pengantin Solo Putri dan Basahan lengkap dengan busana pengapit, pager ayu, pager bagus, 3 set busana Paes Ageng Yogyakarta, 2 set dekorasi pengantin. Jumlah tenaga kerjanya adalah 7 orang yang terdiri dari pemilik yaitu ibu Darmawan selaku penata rias dan busana pengantin, 6 orang asisten yang bertugas merias orang tua kedua pengantin, pengapit, dan penerima tamu. Sedangkan tenaga kerja bagian dekorasi berjumlah 5 orang. Karena bidang usaha sanggar Rias dan Dekorasi Pengantin adalah pelayanan jasa dari rumah ke rumah atau gedung pertemuan ke gedung pertemuan, maka tidak terlalu banyak membutuhkan ruangan kantor yang luas. Ruang kantor sekaligus ruang untuk menerima tamu/ konsumen, berfungsi juga untuk tempat menyimpan busana dan peralatan rias. Sedangkan bahan dan alat yang digunakan oleh peserta MKU adalah seperangkat bahan dan alat make up. Selama proses pelaksanaan MKU, busana dan peralatan dekorasi pengantin menggunakan milik sanggar, karena untuk pengadaan busana dan peralatan tersebut cukup mahal.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara pendampingan dan pengamatan selama proses MKU berlangsung. Analisis data dilakukan berdasarkan hasil pendampingan dan pengamatan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sanggar Rias dan Dekorasi Pengantin SRI RINA merupakan sebuah usaha di bidang pelayanan jasa merias pengantin dan mendekorasi pelaminan pengantin. Sanggar ini didirikan oleh ibu Darmawan, seorang pensiunan Pegawai Negeri Sipil. Sejak masih muda, ibu Darmawan sudah berkecimpung di bidang seni, terutama seni suara, yang kemudian tertarik untuk mengembangkan bakat seni dalam bidang tata rias busana pengantin. Sanggar Rias dan Dekorasi Pengantin Sri Rina dipilih menjadi tempat penyelenggaraan MKU karena sanggar tersebut cukup berhasil dan dikenal masyarakat umum. Selain itu Rias wajah selalu dibutuhkan oleh setiap wanita untuk berbagai acara, terlebih lagi acara pernikahan. Seperti yang dikatakan Wahyu (1993: 10) bahwa tata rias wajah adalah teknik merias wajah yang dapat mengubah bagian muka yang kurang cantik menjadi cantik. Cara yang dilakukan adalah dengan mengadakan penyempurnaan, perbaikan bentuk muka, seperti menonjolkan bagian muka tertentu serta menyamarkan dan menutupi bagian muka yang kurang menarik dengan bantuan kosmetik serta cara merias yang baik.
Sanggar Rias dan Dekorasi Pengantin SRI RINA mampu melayani jasa merias pengantin dan mendekorasi pelaminan pengantin mulai dari gaya Solo Putri dan Basahan, gaya Paes Ageng Yogyakarta, serta rias pengantin dari daerah-daerah lain maupun rias pengantin modern. Akan tetapi berdasarkan permintaan konsumen yang kebanyakan orang Jawa Tengah, Sanggar Rias dan Dekorasi Pengantin lebih sering merias pengantin dan mendekorasi pelaminan pengantin gaya Solo Putri dan Basahan. Konsumen Sanggar Rias dan Dekorasi Pengantin SRI RINA pada umumnya berasal dari kota Semarang, akan tetapi sering juga melayani permintaan konsumen dari kota-kota lainnya seperti Kudus, Kendal, Klaten, Salatiga. Permintaan merias dari konsumen pada bulan-bulan orang punya hajat, bisa mencapai 8 kali bahkan lebih dalam satu bulan. Di luar bulan-bulan tersebut rata-rata 2-4 kali. Harga per paket rias mulai dari 4 juta sampai 12 juta. Selain itu juga melayani permintaan konsumen sesuai dengan bugdet konsumen. Omset yang didapat setiap bulan rata-rata mencapai 30 juta.
Dalam pelaksanaan MKU, peserta mendapatkan materi teoretik dan praktek. Materi teoretik, meliputi pengetahuan tentang bahan dan alat rias pengantin, busana pengantin, dekorasi pengantin gaya solo putri dan Solo basahan serta tata cara pernikahan adat Jawa yang disampaikan dengan ceramah dan tanya jawab. Materi praktek, meliputi teknik tata rias, tata busana, dekorasi dan tata cara pernikahan adat Jawa yang disampaikan dengan demonstrasi. Peserta MKU melakukan praktek dengan ikut serta dalam melayani konsumen, tetapi masih terbatas merias keluarga pengantin.
Salah satu materi MKU adalah proses pelayanan jasa rias pengantin yang dilakukan Sanggar Rias dan Dekorasi Pengantin SRI RINA. Proses pelayanan jasa rias pengantin dilakukan dengan beberapa tahapan sebagai berikut :
1)Perias mengajak diskusi dengan konsumen mengenai rias pengantin dan dekorasi pengantin apa yang dikehendaki, plafon harga sesuai dengan jenis rias pengantin yang dikehendaki konsumen, bentuk perhelatan yang dikehendaki konsumen, serta tempat perhelatan pernikahan.
2)Setelah konsumen menentukan pilihannya, maka akan ditawarkan jenis dan warna busana pengantin yang disesuaikan dengan warna kulit, bentuk perhelatan dan postur tubuh pengantin, sekaligus mencobanya.
3)Perias melakukan analisa wajah kedua pengantin terlebih dahulu sebelum melakukan proses merias, dengan harapan dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan yang dimiliki kedua pengantin.
4)Beberapa hari sebelum hari pelaksanaan pernikahan, perias menyiapkan segala kebutuhan baik berupa bahan dan alat yang diperlukan untuk merias pengantin dan mendekorasi pelaminan pengantin. Dekorasi pelaminan pengantin biasanya dilakukan pada malam hari sebelum proses pelaksanaan pernikahan. Perias harus sudah mempelajari acara-acara apa saja yang akan dilakukan dalam pesta pernikahan tersebut, sehingga bisa dengan cepat mempersiapkan pengantinnya tepat pada waktunya.
5)Pada saat pelaksanaan pernikahan, perias melakukan tugasnya merias pengantin dengan teliti, rapi, dan tepat waktu.
Waktu pelaksanaan MKU menyesuaikan pengusaha mitra, dengan tempat di sanggar dan di gedung B2 UNNES. Evaluasi dilakukan bersamaan dengan berjalannya proses MKU oleh pihak dosen pembimbing, mahasiswa maupun pengusaha mitra. Pelaksanaan kegiatan Magang Kewirausahaan di Sanggar Rias dan Dekorasi Pengantin berjalan dengan lancar. Meskipun banyak kendala yang terjadi di lapangan. Kendala-kendala tersebut adalah ketidaksesuaian waktu pengusaha mitra dengan mahasiswa, bahan peralatan dan kostum yang harganya mahal, ruang yang tersedia tidak memadai. Kendala-kendala tersebut dapat diatasi dengan baik, yaitu mahasiswa peserta magang menyesuaikan waktu yang disediakan pengusaha mitra, sehingga waktu pelaksanaan praktek bisa berubah-ubah sesuai dengan waktu luang pengusaha mitra. Kadangkala apabila pengusaha mitra mendapatkan permintaan merias pengantin, mahasiswa peserta magang di ajak serta untuk membantu. Bahan, peralatan dan kostum yang mahal diantisipasi dengan cara meminjam. Ruang praktek yang terdapat di sanggar sekaligus digunakan sebagai ruang tamu sehingga cukup sempit apabila dipakai praktek untuk 10 orang sekaligus. Sehingga kadangkala mahasiswa peserta mendapatkan pelatihan rias pengantin di gedung B2 kampus UNNES.
Dalam pelaksanaan MKU ditemukan masalah yang terdapat dalam Sanggar Rias dan Dekorasi Pengantin SRI RINA, yaitu manajemen dan pemasaran produk jasanya yang masih sederhana dan tradisional. Sanggar Rias dan Dekorasi Pengantin SRI RINA, masih menggunakan manajemen rumah tangga serta pemasaran dari mulut ke mulut. Meskipun dengan pola manajemen dan pemasaran yang demikian, Sanggar Rias dan Dekorasi Pengantin SRI RINA berjalan dengan lancar. Kelemahan dari manajemen rumah tangga adalah antara pemasukan dan pengeluaran tidak bisa terkontrol dengan baik. Sedangkan pola pemasaran dari mulut ke mulut, konsumen tidak bisa terjangkau secara luas. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka mahasiswa peserta Magang Kewirausahaan berinisiatif memberikan pelatihan manajemen dan pemasaran yang lebih baik. Pelatihan manajemen diberikan dengan cara mengajarkan proses pembukuan keuangan secara rapi dan teratur. Pelatihan pemasaran diberikan dengan cara mengajarkan membuat liflet, brosur, iklan yang disebarkan kepada masyarakat luas. Sehingga dalam proses pelaksanaan MKU terjadi proses saling memberi dan menerima pengetahuan.
Manfaat dan ketercapaian tujuan kegiatan Magang Kewirausahaan ini dapat dilihat dari beberapa sisi, yaitu :
1.Pelaksanaan Magang Kewirausahaan ini bermanfaat bagi pengusaha mitra yaitu adanya saran dan masukan dari mahasiswa peserta dan dosen pembimbing guna kemajuan usahanya.
2.Mahasiswa peserta Magang Kewirausahaan dapat merasakan langsung pengalaman praktis dalam berwirausaha, baik menyangkut aspek keterampilan maupun manajemen kewirausahaan sehingga dapat meningkatkan kepercayaan diri mahasiswa untuk memulai berwirausaha. Pengalaman praktis di bidang keterampilan diperoleh mahasiswa melalui praktek merias pengantin sedangkan pengalaman praktis di bidang manajemen diperoleh mahasiswa pada saat melakukan pembukuan, menjual jasa merias pengantin. Pengalaman praktis ini dapat memberikan bekal bagi mahasiswa untuk mencoba membuka usaha baru di bidang rias dan dekorasi pengantin.
3.Bagi Perguruan Tinggi pelaksana, kegiatan Magang Kewirausahaan ini memberikan manfaat terjalinnya hubungan sinergi antara Perguruan Tinggi pelaksana dengan pengusaha mitra. Kegiatan Magang Kewirausahaan ini dapat menjadi wahana untuk memadukan pemahaman di bidang disiplin ilmu dengan penerapan ilmu di lapangan. Di samping hal tersebut, pengalaman praktis yang diperoleh di lapangan dapat dijadikan bahan masukan atau pengembangan mata kuliah serta pengembangan program kewirausahaan di perguruan tinggi.
Kegiatan Magang Kewirausahaan ini perlu dilanjutkan dengan Kuliah Kerja Usaha. Hal ini disebabkan karena manfaat yang diperoleh dari kegiatan tersebut sangat besar, yaitu mahasiswa peserta bisa mempraktekkan keterampilan merias pengantin secara nyata.
SIMPULAN
Kegiatan Magang Kewirausahaan mahasiswa Program Studi Seni Tari semester VI Jurusan Pendidikan Seni Drama Tari dan Musik Fakultas Bahasa dan Seni di Sanggar Rias dan Dekorasi Pengantin SRI RINA dilakukan dengan tujuan untuk menerapkan ilmu dan keterampilan yang diperoleh di bangku kuliah dalam kehidupan masyarakat secara nyata. Kegiatan ini berlangsung selama empat bulan, 1 bulan pertama untuk persiapan, 2 bulan berikutnya untuk pelaksanaan magang, dan 1 bulan berikutnya untuk evaluasi. Hasil yang diperoleh dari kegiatan Magang Kewirausahaan ini adalah mahasiswa mendapatkan pengalaman bekerja melayani masyarakat yang kemudian dituangkan kedalam businness plan (rencana bisnis) sebagai dasar untuk membuka usaha baru.
UCAPAN TERIMAKASIH
Atas terlaksananya Kegiatan Magang Kewirausahaan Mahasiswa Program Studi Seni Tari semester VI, Jurusan Seni Drama Tari Musik, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang, ucapan terimakasih ditujukan kepada:
1.Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, yang telah mendanai kegiatan Magang Kewirausahaan.
2.Rektor Universitas Negeri Semarang, yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan kegiatan Magang Kewirausahaan.
3.Ketua Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Negeri Semarang, yang telah memberikan ijin, untuk melaksanakan kegiatan Magang Kewirausahaan.
4.Ibu Darmawan, selaku pemilik Sanggar Rias dan Dekorasi Pengantin SRI RINA Semarang, yang telah memberikan ijin dan tempat untuk melakukan kegiatan Magang Kewirausahaan.
5.Mahasiswa Program Studi Seni Tari semester VI, Jurusan Seni Drama Tari Musik, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang yang telah mendukung dan berperan aktif dalam kegiatan Magang Kewirausahaan.
DAFTAR PUSTAKA
Tarmudji, Tarsis.1996. Prinsip-prinsip Wirausaha. Yogyakarta: Liberty
Wahyu Lestari. 1993.Teknologi Rias Panggung. FPBS IKIP Semarang
Selasa, 16 Juni 2009
IMPLEMENTASI KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN DALAM PENDIDIKAN SENI BUDAYA
KAJIAN SMP KOTA SEMARANG
Eny Kusumastuti
ABSTRAK
Mata pelajaran Seni Budaya pada dasarnya merupakan pendidikan yang berbasis budaya. Permasalahan dalam penelitian ini adalah : (1) kebijakan Kepala Sekolah Menengah Pertama terhadap Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (2) pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dalam pembelajaran Seni Budaya, (3) faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dalam pembelajaran Seni Budaya. Pendekatan penelitian ini adalah kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka, studi dokumen, wawancara mendalam, dan observasi. Analisis data dilakukan dengan proses reduksi data, penyajian data, dan verifikasi/penarikan kesimpulan. Langkah terakhir dari analisis data dalam penelitian ini adalah verifikasi atau pemeriksaan keabsahan data, yaitu dependabilitas dan konfirmabilitas. Hasil penelitian meliputi : (1) kebijakan Kepala Sekolah berkaitan dengan diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, antara lain yaitu : (a) pengadaan workshop di sekolah dengan mengundang pakar di bidangnya, (b) membuat perangkat pembelajaran bersama-sama di sekolah dengan dipandu tutor, (c) diadakannya Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) di sekolah, (d) melakukan studi banding ke sekolah lain, (e) membuat media pelajaran sendiri dalam bentuk VCD dengan mendatangkan tutor, (f) kursus wajib bagi guru dibidang komputer dan bahasa inggris dengan biaya dari sekolah. (2) Pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, mata pelajaran Seni Budaya meliputi : guru, siswa, materi, kegiatan belajar mengajar, metode, sumber belajar dan evaluasi.(3) Faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dalam pembelajaran Seni Budaya adalah : (a) waktu yang tersedia tidak mencukupi, (b) kurang tersedianya sarana prasarana, (c) materi pelajaran Seni Budaya tidak termasuk dalam materi pelajaran yang diujikan secara nasional, (d) masih terbatasnya kemampuan guru dalam memahami dan menguasai materi pelajaran Seni Budaya, (e) kurangnya dukungan dari orang tua siswa terhadap pelajaran Seni dan Budaya.
Kata Kunci : KTSP, mata pelajaran Seni Budaya,
PENDAHULUAN
Tahun ajaran 2006/2007 Depdiknas mengeluarkan 3 Peraturan Menteri, yaitu Nomor 22, 23, dan 24 Tahun 2006, yang mengatur pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau yang sekarang dikenal dengan sebutan KTSP. Muatan Seni Budaya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan tidak hanya terdapat dalam satu mata pelajaran karena budaya itu sendiri meliputi segala aspek kehidupan. Dalam mata pelajaran Seni Budaya, aspek budaya tidak dibahas secara tersendiri tetapi terintegrasi dengan seni. Karena itu, mata pelajaran Seni Budaya pada dasarnya merupakan pendidikan yang berbasis budaya.
Sesuai dengan Undang-Undang no.32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, setiap daerah diberi kewenangan untuk menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan kondisi daerah tersebut, demikian pula dalam penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Sekolah diberikan kebebasan untuk menterjemahkan dan mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan sesuai dengan kondisi sekolah tersebut. Sekolah memiliki kewenangan untuk melakukan modifikasi dan mengembangkan variasi-variasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan keadaan, potensi, dan kebutuhan daerah serta kondisi siswa. Pelaksanaan selanjutnya diserahkan pada guru bidang studi untuk mengembangkan kurikulum tersebut dengan standar yang lebih tinggi. Banyak hal yang perlu dipersiapkan oleh sekolah untuk mengimplementasikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Permasalahan dalam penelitian ini, adalah kebijakan Kepala Sekolah Menengah Pertama terhadap Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dalam pembelajaran Seni Buday, faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dalam pembelajaran Seni Budaya.
KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan pada dasarnya berupaya untuk memfokuskan pada kelompok-kelompok mata pelajaran dan kompetensi tertentu kepada peserta didik. Menurut Gordon (dalam Munib 2006: 14) aspek-aspek yang terkandung dalam kompetensi adalah sebagai berikut : (1) Pengetahuan (knowledge), yaitu kesadaran dalam bidang kognitif; (2) Pemahaman (understanding), yaitu kedalaman kognitif dan afektif yang dimiliki oleh individu; (3) Kemampuan (skill), adalah sesuatu yang dimiliki oleh individu untuk melakukan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya; (4) Nilai (value), adalah suatu standar perilaku yang telah diyakini dan secara psikologis telah menyatu dalam diri seseorang; (5) Sikap (attitude), suatu perasaan atau reaksi terhadap suatu rangsangan yang datang dari luar; dan (6) Minat (interest), adalah kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu perbuatan.
Mengacu pada pengertian kompetensi sebagaimana yang dikemukakan oleh Gordon tersebut, maka kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dapat diartikan sebagai suatu konsep kurikulum yang memfokuskan pada struktur pengembangan kemampuan melaksanakan kompetensi-kompetensi sesuai cakupan kelompok mata pelajaran dan standar kinerja tertentu, sehingga hasilnya dapat dinikmati oleh peserta didik berupa profesionalitas sesuai dengan kompetensi yang diharapkan. Sementara itu, Pratt (1980: 4) menyatakan bahwa kurikulum adalah sebuah sistem yang memiliki komponen-komponen yang saling mendukung dan membentuk satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Oleh Winarno Surakhmad (1977: 9) komponen-komponen tersebut mencakup : tujuan, isi, organisasi dan strategi.
Sehubungan dengan hal di atas, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan memicu terhadap kebebasan dalam merancang struktur serta pemerolehan sejumlah kompetensi tertentu bagi peserta didik yang dapat diamati dalam bentuk perilaku dan keterampilannya sebagai kriteria keberhasilan dan didukung oleh komponen-komponen terkait.
Kompetensi yang ingin dicapai merupakan tujuan (gol stetemen) yang hendak diperoleh peserta didik, menggambarkan hasil belajar (learning autcomes) pada aspek pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap. Untuk mencapai kompetensi tersebut, strategi yang dilakukan adalah membantu peserta didik dalam menguasai kompetensi yang ditetapkan melalui kegiatan membaca, menulis, mendengarkan, berkreasi serta mengobservasi hingga mencapai kompetensi yang diharapkan yang tentunya sesuai dengan cakupan kelompok mata pelajaran.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan sesungguhnya hanya merupakan subsistem dari sistem pendidikan. Sehubungan dengan hal ini, Sudarwan Danim (2002: 17) menyatakan bahwa keberhasilan institusi pendidikan dalam mengemban misinya sangat ditentukan oleh mutu keinterelasian unsur-unsur sistemik yang memberikan kontribusi terhadap peningkatan kualitas proses transformasi dan mutu kerja institusi pendidikan, seperti tenaga pendidikan, sarana dan prasarana, biaya, anak didik, masyrakat, dan lingkungan pendukungnya. Dari sekian banyak subsistem yang memberikan kontribusi terhadap kulitas proses dan keluaran pendidikan dalam makna educational outcomes, subsistem tenaga kependidikan telah memainkan peranan yang paling esensial.
PENDIDIKAN SENI BUDAYA
Pendidikan Seni Budaya yang terdapat dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan diberikan di sekolah karena keunikan perannya yang tidak mampu diemban oleh mata pelajaran lain. Keunikan tersebut terletak pada pemberian pengalaman estetik dalam bentuk kegiatan berekspresi/berkreasi dan berapresiasi melalui pendekatan : belajar dengan seni, belajar melalui seni, dan belajar tentang seni (Salam 2001: 1). Karena keunikannya tersebut, pendidikan Seni Budaya memiliki peranan dalam pembentukan pribadi peserta didik yang harmonis dengan memperhatikan kebutuhan perkembangan anak dalam mencapai multikecerdasan yang terdiri atas kecerdasan interpersonal (interaksi dengan orang lain), interpersonal (kecerdasan pribadi), musikal (rasa seni), linguistik (bahasa), logik matematika (berpikir secara runtut), naturalis (alami) serta kecerdasan adversitas (menunjukkan kemampuan diri), kreativitas, spiritual dan moral.
Selain mempunyai keunikan, pendidikan Seni Budaya juga memiliki sifat multilingual, multidimensional, dan multikultural. Multilingual bermakna pengembangan kemampuan mengekspresikan diri secara kreatif dengan menggunakan media bahasa rupa, bunyi, gerak, peran dan berbagai perpaduannya. Multidimensional bermakna pengembangan beragam kompetensi meliputi kognitif (pengetahuan , pemahaman, analisis, evaluasi), dan afektif (apresiasi, kreasi dengan cara memadukan secara harmonis unsur estetika, logika, dan etika). Sifat multikultural (beragam unsur budaya) mengandung makna pendidikan seni menumbuhkembangkan kesadaran dan kemampuan apresiasi terhadap beragam budaya Nusantara dan Mancanegara. Hal ini merupakan wujud pembentukan sikap demokratis yang memungkinkan seseorang hidup secara beradab serta toleran dalam masyarakat dan budaya yang majemuk.
Pendidikan seni memenuhi kebutuhan yang bersifat individual, sosial, dan kultural (Salam 2001: 2). Bersifat individual karena melalui kegiatan berolah cipta seni, dan berapresiasi terhadap nilai keindahan yang merupakan intisari pendidikan seni, anak mendapatkan pengalaman individual yang memungkinkannya untuk berkembang menjadi manusia yang utuh, mandiri, dan bertanggung jawab. Melalui seni, anak akan mendapatkan pengalaman estetis yang berkaitan dengan elemen visual, bunyi atau gerak. Bersifat sosial, karena melalui seni, anak dapat berbagi rasa, keyakinan, dan nilai. Bersifat kultural, karena seni merekam nilai dan keyakinan yang dianut oleh penciptanya. Karya seni yang diciptakan anak, pada dasarnya merupakan cerminan dari nilai budaya yang dianutnya.
Tujuan pendidikan seni yaitu anak diharapkan: 1) memiliki pengetahuan tentang hakekat karya seni dan prosedur penciptaannya, 2) memiliki kepekaan rasa yang memungkinkannya untuk mencerap nilai-nilai keindahan yang ada di sekelilingnya serta membuat penilaian yang sensitif terhadap kualitas artistik suatu karya seni, 3) memiliki keterampilan yang memungkinkannya untuk berekspresi melalui media rupa, bunyi, gerak, atau lakon secara lancar atau menciptakan karya seni untuk kehidupan pribadi dan sosialnya (Salam 2001: 3).
Perspektif pemaknaan seni sebagai media atau alat pendidikan adalah lewat atau melalui kegiatan atau aktivitas berkesenian, diyakini dapat difungsikan sebagai media yang cukup efektif untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan segenap potensi individu secara optimal dalam format kesetimbangan (equilibrium) yang penuh. Disini, yang menjadi orientasi dan stressing point-nya dari pemaknaan aktivitas berkesenian bukan berada pada persoalan produk karya atau hasil, melainkan lebih pada dimensi proses (Goldberg 1997: 17-20). Proses yang terbingkai dalam makna pendidikan seni, yang lebih dikenal dengan sebutan “pengalaman estetik” (aesthetic experience) menurut pendapat dan hasil penelitian para pakar pendidikan (Plato, Herbert Read, Victor Lowenfeld, Malcom Ross, Elizabeth Hurlock, Ki Hadjar Dewantara), ternyata mempunyai korelasi positif terhadap berkembangnya berbagai potensi diri individu, misalnya : imajinasi, intuisi, berpikir, kreativitas, dan juga rasa sensitivitas. Oleh karenanya, berkait kelindan dengan perspektif strategisnya proses pengalaman estetik bagi pertumbuhan dan perkembangan individu yang terformat dalam pendidikan seni tersebut, sejak awal Plato menyarankan “Art Should be Basis of Education”. Thesisnya Plato ini kemudian yang mengilhami Herbert Read untuk mengembangkan kajian secara lebih jauh.
Menurut Gardner (1993: 77-78), selain unsur kemampuan verbal dan matematika-logika, ada unsur-unsur lain yang tidak kalah pentingnya bagi keberhasilan seseorang di masa depannya, yaitu kecerdasan musikal, kecerdasan visual spasial, kecerdasan kinestetik, kecerdasan interpersonal dan kecerdasan intra-personal. De Porter dan Hernacki (1995: 30) menambah satu kecerdasan yang mungkin tertinggi dan merupakan bentuk terbaik dari pikiran yang kreatif, yaitu intuisi. Intuisi adalah kemampuan untuk menerima atau menyadari informasi yang tidak dapat diterima kelima indra kita.
Daniel Goleman (dalam Semiawan 1999) mengisyaratkan bahwa manusia memiliki dua segi mental, yang satu, yang berasal dari kepala (head) yang cirinya kognitif, dan yang satu yang berasal dari hati sanubarinya (heart), yaitu segi afektifnya. Kehidupan afektif ini sangat mempengaruhi kehidupan kognitif yang dikelola oleh otak, yang memiliki dua belahan (kiri dan kanan) dan disambung oleh segumpal serabut yang disebut corpus callosum. Berpikir holistik, kreatif, intuitif, imajinatif, dan humanistik merupakan tugas serta ciri dan fungsi belahan otak kanan (right hemisphere), dan berpikir kritis, logis, linier, serta mememorisasi terutama terkait dengan respon, ciri, dan fungsi belahan otak kiri (left hemisphere). Oleh karenanya, pengalaman belajar yang menjanjikan adanya kualitas equilibrium pada pengembangan otak secara optimum, baik pada belahan kiri dan kanan akan memberikan kebebasan aktivitas mental (free mental work) pebelajarnya, dan hal ini kiranya merupakan quality assurancy yang perspektifnya sangat strategis bagi keberadaan individu secara holistik dalam kehidupan dan masyarakatnya. Sebaliknya pembelajaran yang hanya dan terutama membebankan berfungsinya belahan otak kiri, terutama dengan mememorisasi fakta atau rumus tertentu, yang menurut hasil penelitian, diantaranya akan mensupress dirinya – sangat mendorong adanya hostile attitude (sikap permusuhan) (Semiawan, 1999). Tindak agresivitas massa dan konflik multidimensional yang menjadi salah satu beban terberat bangsa akhir-akhir ini, adalah salah satu kemungkinan akibat dari kehidupan yang tidak sehat dan terkait erat dengan cara pembelajaran yang salah, sebagaimana diisyaratkan oleh penelitian tersebut.
Namun, jauh sebelum Goleman melakukan penelitiannya itu, Bapak Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara bahkan sudah sejak lama menjadikan unsur rasa sebagai poros trilogi pendidikan dalam bentangan pikir (cipta) – rasa – karsa. Ki Hadjar Dewantara secara intens menekankan pentingnya olah rasa disamping olah pikir dan olah raga. Melalui olah rasa inilah akan memekarkan sensitivitas hingga terbentuk manusia-manusia yang berwatak mulia, seperti : terintegrasinya antara pikir, kata, dan laku, sikap jujur, rendah hati, disiplin, setia, menahan diri, bertenggang rasa, penuh perhatian, belas kasih, berani, adil, terbuka, dan sebagainya. Oleh karenanya proses internalisasi atau pengakaran, pengasahan dan pemekaran rasa seyogyanya menjadi concern sejak pendidikan di tingkat dini.
Ketika pendidikan moral dan nilai-nilai yang tersaji dalam format pendidikan agama baik formal maupun informal, ternyata dalam ekspresinya berkecenderungan lebih mengedepankan pengasahan aspek kognitif dan bukannya penajaman dan penghayatan pada dimensi religiousitas, maka sesungguhnya nilai-nilai yang termuat dalam pendidikan yang berbasiskan seni dan sastra merupakan salah satu alternatif oasis. Sayangnya selama ini tidak pernah mendapatkan perhatian yang besar dalam sistem pendidikan formal, karena para decission maker pendidikan sampai saat ini begitu gandrung dengan ranah pendidikan yang berbasiskan kemampuan intelektual semata sebagaimana dimaksud diatas.
Masalah pendidikan seni dipandang sebagai masalah yang relatif tidak penting. Satu segmentasi di ranah pendidikan yang selalu dianggap sebagai suatu non-issue, suatu hal yang amat remeh maknanya. Padahal sudah teramat banyak penajaman para pakar yang mencoba mengartikulasikan perihal pentingnya nilai-nilai yang terkandung dalam segmentasi pendidikan seni tersebut bagi kehidupan secara totalitas.
Dalam pandangan Ki Hadjar Dewantara, bingkai pendidikan seni yang berbasis pada pengakaran poros rasa estetis, sekali-kali tidak bermaknakan agar anak didiknya nanti menjadi seniman atau seorang ahli seni. Namun tujuan esensial kulturalnya adalah “dengan pendidikan menghaluskan perasaan, anak-anak kita hendaknya mendapatkan kecerdasan yang luas dan sempurna dari rohnya, jiwanya, budinya, hingga mereka hendaknyalah mendapatkan tingkatan yang luhur sebagai manusia (mempertinggi niveau human)”, begitu tulisnya dalam pidato radio Hubungan Pendidikan dan Kultur di RRI Yogyakarta, 14 Januari 1940 (Sumarta, 2000 dalam Sindhunata 2001: 182).
Penajaman pada dimensi operasional perihal efektivitas pendidikan yang berporoskan pengakaran dan pemekaran rasa ini, kiranya sudah banyak hasil riset komprehensif yang mampu memverifikasikannya. Dalam bidang seni musik misalnya, hasil riset yang ada, ternyata musik-musik yang sejenis klasik seperti karya Wolfgang Amadeus “Mozart” (1756-1791), jika diperdengarkan secara intensif kepada ibu yang sedang mengandung janinnya, mampu mempengaruhi pembentukan kejiwaan sang anak nantinya.
Pendidikan seni yang pada hakekatnya merupakan pembelajaran yang menekankan pada pemberian pengalaman apresiasi estetik, disamping mampu memberikan dorongan ber-“ekstasi” lewat seni, juga memberi alternatif pengembangan potensi psikhis diri serta dapat berperan sebagai katarsis jiwa yang membebaskan.
Ross mengungkapkan bahwa kurikulum pendidikan seni termasuk kurikulum humanistic yang mengutamakan pembinaan kemanusiaan, bukan kurikulum sosial yang mengutamakan hasil praktis (Ross, 1983). Sedangkan menurut Read (1970) pendidikan seni lebih berdimensikan sebagai “media pendidikan” yang memberikan serangkaian pengalaman estetik yang sangat besar pengaruhnya bagi perkembangan jiwa individu. Sebab melalui pendidikan ini akan diperoleh internalisasi pengalaman estetik yang berfungsi melatih kepekaan rasa yang tinggi. Dengan kepekaan rasa yang tinggi inilah nantinya mental anak mudah untuk diisi dengan nilai-nilai religiousitas, budi pekerti atau jenis yang lain. Istilah lain dari konsep “kearifan”. Definisi dan pemaknaan “kearifan” diperlukan syarat-syarat : pengetahuan yang luas (to be learned), kecerdikan (smartness), akal sehat (common sense), tilikan (insight), yaitu mengenali inti dari hal-hal yang diketahui, sikap hati-hati (prodence, discrete), pemahaman terhadap norma-norma dan kebenaran, dan kemampuan mencernakan (to digest) pengalaman hidup (Buchori 2000 dalam Sindhunata 2001: 25). Semua nilai-nilai itu terkandung dengan sarat dalam dimensi pendidikan seni, karena berorientasi pada penekanan proses pengalaman olah rasa dan estetis.
METODE
Sasaran penelitian adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Oleh karena itu, pendekatan yang dipandang cocok untuk digunakan adalah pendekatan pembelajaran (pedagogis) dengan metode etnografi ruang kelas. Fokus penelitian adalah kebijakan Kepala Sekolah Menengah Pertama terhadap Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dalam pendidikan seni budaya, faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dalam pembelajaran seni budaya. Lokasi penelitian adalah Sekolah Menengah Pertama kota Semarang, dengan obyek penelitian Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan proses belajar mengajar pendidikan seni budaya di Sekolah Menengah Pertama. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka, studi dokumen, wawancara mendalam, dan observasi. Bersamaan dengan proses pengumpulan data, dilakukan juga tahapan analisis data yang berlangsung selama proses penelitian ditempuh melalui tiga jalur kegiatan sebagai suatu sistem, yaitu (1) reduksi data, (2) penyajian data, dan (3) verifikasi/penarikan kesimpulan (Milles dan Huberman 1992).
Langkah terakhir dari analisis data dalam penelitian ini adalah verifikasi atau pemeriksaan keabsahan data. Pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian ini memakai dependabilitas dan konfirmabilitas (Lincoln dan Guba dalam Jazuli, 2001 : 34). Data yang didapat dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi selanjutnya ditafsirkan hingga penarikan kesimpulan lewat pembimbing dalam proses penelitian, dan melakukan pengecekan serta pengkajian silang dengan pakar atau teman sejawat. Disamping itu, juga menggunakan member checking, yakni meminta pengecekan dari informan, pemain dan penonton.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kebijakan Kepala Sekolah Menengah Pertama terhadap Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan di sekolah tidak terlepas dari kebijakan Kepala Sekolah masing-masing. Setiap Kepala Sekolah akan melaksanakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan berdasarkan kondisi sekolah tersebut. Demikian pula halnya dengan pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dalam bidang mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan. Pelaksanaannya tidak terlepas dari kondisi sekolah masing-masing, diantaranya yaitu ketersediaan guru yang sesuai dengan bidangnya, dan sarana-prasarana yang ada. Upaya Kepala Sekolah dalam mendukung pelaksanaan mata pelajaran Seni Budaya antara lain adalah dengan menyediakan peralatan musik, perlengkapan tari, aula tempat belajar tari, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengikuti lomba-lomba di bidang seni.
Selain itu, Kepala Sekolah juga mempunyai kebijakan-kebijakan tertentu berkaitan dengan diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, antara lain yaitu: (1) guru diikutkan workshop di sekolah dengan mengundang pakar di bidangnya, (2) membuat perangkat pembelajaran bersama-sama di sekolah dengan dipandu tutor, (3) diadakannya Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) di sekolah, (4) melakukan studi banding ke sekolah lain untuk perbaikan proses belajar mengajar, (5) membuat media pelajaran sendiri dalam bentuk VCD dengan mendatangkan tutor, (6) kursus wajib bagi guru dibidang komputer dan bahasa inggris dengan biaya dari sekolah.
Pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dalam pembelajaran Seni Budaya
Dalam proses pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, terlebih dahulu guru harus mampu menjabarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dalam mata pelajaran Seni Budaya dalam materi belajar satu semesteran. Dalam satu semester, guru menentukan berapa hari efektif, dan dari minggu efektif ini kemudian dijadikan berapa jumlah jam, yang akhirnya diketemukan dalam harian. Sedang setiap hari jam pelajaran 45 menit. Tujuan pembelajaran yang direncanakan harus sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Standar kompetensi dan kompetensi dasar menjadi arah dan landasan untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian. Dalam merancang kegiatan pembelajaran dan penilaian perlu memperhatikan Standar Proses dan Standar Penilaian. Selanjutnya guru menentukan langkah-langkah pembelajaran yang dituangkan dalam bentuk kegiatan belajar mengajar. Proses belajar mengajar mata pelajaran Seni Budaya meliputi : guru, siswa, materi, kegiatan belajar mengajar, metode, sumber belajar dan evaluasi.
Guru
Guru adalah seseorang yang harus memiliki wawasan kependidikan guru yaitu wawasan yang memandang hakikat manusia sebagai guru, sebagai siswa dan hakikat belajar mengajar. Seorang guru harus memiliki 3 kompetensi yaitu kompetensi profesional, kompetensi sosial dan kompetensi pribadi. Kompetensi profesional yang dimaksud meliputi:(1) menguasai bahan, (2) mengelola program belajar mengajar, (3) mengelola kelas, (4) penggunaan media/sumber, (5) menguasai landasan kependidikan, (6) mengelola interaksi belajar-mengajar, (7) menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran, (8) mengenal fungsi dan program layanan bimbingan dan penyuluhan di sekolah, (9) mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah, (10) memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan kembali penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran.
Kompetensi sosial atau kompetensi kemasyarakatan adalah kemampuan guru dalam ikut serta berpartisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan. Sedangkan kompetensi pribadi berkaitan dengan nilai pribadi guru sebagai individu, yaitu hendaknya memiliki sikap terbuka, toleran, obyektif, jujur, wajar, demokratis, komunikasi hangat, kasih sayang, tanggung jawab, adil, integritas, mampu menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan, serta mampu berbahasa Indonesia yang baik dan benar.
Menurut Sri Handayani (wawancara 20 September 2008), persiapan yang harus dilakukan guru untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar adalah : (1) perubahan pola pikir untuk menempatan siswa sebagai pembangun gagasan, (2) perubahan pola tindakan dalam menetapkan peran siswa, peran guru dan gaya mengajar, (3) sikap berani melakukan inovasi pendidikan dan meyakinkan masyarakat dalam penerapannya, (4) sikap kritis dan berani menolak kehendak yang kurang edukatif, (5) sikap kreatif dalam menghasilkan karya pendidikan, (6) selalu membuat rencana pelaksanaan pengajaran secara kongkrit dan terperinci.
Selanjutnya Sri Handayani (wawancara 20 September 2008) mengatakan, bahwa guru berperan sebagai informator (memberikan informasi tentang pengetahuan seni secara luas), fasilitator (memberikan fasilitas atau sumber belajar bagi siswa sehingga kegiatan pembelajaran dapat berjalan dengan baik), dan motivator (memberikan semangat atau dorongan kepada siswa sehingga dapat belajar dengan efektif).
Dalam kegiatan belajar mengajar materi pelajaran Seni Budaya berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, guru harus memiliki 8 keterampilan mengajar yaitu (1) keterampilan bertanya, (2) keterampilan memberikan penguatan, (3) keterampilan mengadakan variasi, (4) keterampilan menjelaskan, (5) keterampilan membuka dan menutup pelajaran, (6) keterampilan memimpin diskusi kelompok kecil, (7) keterampilan mengelola kelas, (8) keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan.
Siswa
Siswa adalah unsur dasar interaksi belajar mengajar yang melaksanakan aktivitas belajar Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan mata pelajaran Seni Budaya, siswa dituntut untuk mampu menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar, yaitu mampu mengapresiasi dan mengekspresikan sebuah karya seni daerah setempat, nusantara dan manca negara.
Materi Pelajaran Seni Budaya
Materi pelajaran Seni Budaya berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan terbagi dalam 4 bidang seni yaitu seni rupa, seni musik, seni tari dan seni teater yang tersebar ke dalam 6 semester mulai dari kelas VII sampai dengan kelas IX. Materi pelajaran Seni Rupa Kelas VII semester 1 dan 2, adalah karya seni rupa terapan daerah setempat, kelas VIII semester 1 dan 2 adalah seni rupa terapan Nusantara, kelas IX semester 1 dan 2 adalah seni rupa murni yang diciptakan di daerah setempat. Mata pelajaran Seni Musik kelas VII semester 1 dan 2 adalah lagu daerah setempat dan ragam musik daerah setempat, kelas VIII semester 1 dan 2 adalah lagu Nusantara dan karya musik tradisional Nusantara, kelas IX semester 1 dan 2 adalah lagu mancanegara di Asia dan luar Asia. Mata pelajaran Seni Tari kelas VII semester 1 dan 2 adalah karya seni tari tunggal, berpasangan dan kelompok daerah setempat, kelas VIII semester 1 dan 2 adalah karya seni tari tunggal, berpasangan dan berkelompok Nusantara, kelas IX semester 1 dan 2 adalah karya seni tari mancanegara di Asia dan luar Asia. Mata pelajaran seni teater kelas VII semester 1 dan 2 adalah karya seni teater daerah setempat, kelas VIII semester 1 dan 2 adalah karya seni teater Nusantara, kelas IX semester 1 dan 2 adalah karya seni teater tradisional dan modern mancanegara di Asia dan luar Asia.
Kegiatan Belajar Mengajar
Kegiatan belajar mengajar mata pelajaran Seni Budaya berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan mempunyai tiga tahapan pokok, yaitu pendahuluan, kegiatan inti dan penutup. Pendahuluan adalah kegiatan membuka pelajaran yang berisi apersepsi (sebuah kegiatan yang bertujuan untuk mengkondisikan siswa agar siap menerima pelajaran) dan pree test (kegiatan evaluasi materi yang sudah diberikan pada pertemuan terdahulu). Kegiatan inti adalah kegiatan menjelaskan materi pelajaran. Kegiatan penutup adalah kegiatan menutup pelajaran yang berisi rangkuman materi pelajaran yang sudah diterangkan dan memberikan evaluasi.
Metode Pengajaran
Metode yang digunakan dalam proses kegiatan belajar mengajar, adalah :
a.Metode Ceramah digunakan untuk menyampaikan materi teori yang harus dimengerti dan
dikuasai oleh siswa sebelummelakukan kegiatan praktik.
b.Metode Demonstrasi digunakan untuk memberikan contoh sebelum melakukan praktik
yaitu tentang ragam gerak dan teknik menari, sedang siswa menirukan materi yang
diberikan.
c.Metode Diskusi dan Tanya Jawab digunakan untuk memacu kreativitas siswa dalam
memahami dan menguasai materi yang diberikan oleh guru saat kegiatan belajar
mengajar berlangsung.
Media, Alat dan Sumber Belajar
Media adalah bahan yang sudah berisi pesan. Media pelajaran Seni Budaya ini, bisa berupa chart, transparansi, VCD, foto-foto, gambar-gambar. Sedangkan alat adalah alat bantu untuk menyampaikan pesan, dalam pembelajaran Seni Budaya ini berupa tape recorder, OHP, Slide proyektor. Sumber belajar adalah bahan yang dijadikan rujukan dalam penyampaian materi pelajaran. Sumber belajar ini bisa berupa manusia, buku, laboratorium.
Evaluasi
Evaluasi adalah tes akhir yang digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan siswa di dalam memahami materi pelajaran Seni Budaya yang diberikan oleh guru. Tes adalah pertanyaan yang harus dijawab, pernyataan yang harus dipilih dan ditanggapi, tugas-tugas yang harus dilakukan secara prosedur dan sistematik dengan tujuan untuk mengukur suatu aspek perilaku tertentu dari siswa. Dalam tes prestasi belajar, hal yang diukur adalah tingkat kemampuan siswa dalam menguasai bahan pelajaran yang telah diajarkan. Tujuan tes adalah: (1) mengidentifikasi profil siswa dalam materi pokok, (2) mengidentifikasi pengetahuan dasar yang telah dimiliki siswa, (3) mengidentifikasi tujuan pembelajaran yang telah dicapai, (4) mengidentifikasi kesalahan yang biasa dilakukan siswa. Evaluasi ini bisa diberikan pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung melalui tanya jawab dan diskusi, ataupun pada saat mengakhiri pelajaran yang berupa tes akhir. Selain itu, ada juga tes formatif yaitu tes tengah semester dan tes sumatif yaitu tes akhir semester.
Salah satu ciri khas pendidikan seni adalah banyaknya perbuatan dan hasil keterampilan yang harus dilakukan siswa. Salah satu pendekatan yang digunakan dalam mendiagnosa kesulitan belajar dalam pendidikan seni adalah adanya tinjauan pada tes perbuatan (proses) dan tes hasil kerja siswa tersebut. Tes perbuatan (proses) dalam materi Seni Budaya, dianggap lebih tepat bila dibandingkan dengan tes hasil kerja siswa.
Faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dalam pembelajaran Seni Budaya
Faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dalam pembelajaran Seni Budaya adalah (1) waktu yang tersedia untuk menyampaikan materi Seni Budaya berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan tidak mencukupi,(2) Kurang tersedianya sarana prasarana yang menunjang berlangsungnya kegiatan belajar mengajar Seni Budaya, (3) materi pelajaran Seni Budaya tidak termasuk dalam materi pelajaran yang diujikan secara nasional sehingga menjadikan siswa meremehkan pelajaran tersebut, (4) masih terbatasnya kemampuan guru dalam memahami dan menguasai materi pelajaran Seni Budaya sehingga materi pelajaran berkesan monoton dan tidak berkembang, (5) kurangnya dukungan dari orang tua siswa terhadap pelajaran Seni dan Budaya sehingga sedikit banyak menghambat siswa untuk bisa menekuni pelajaran tersebut.
Simpulan Dan Saran
Simpulan
Kebijakan Kepala Sekolah berkaitan dengan diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, antara lain yaitu: (1) guru diikutkan workshop di sekolah dengan mengundang pakar di bidangnya, (2) membuat perangkat pembelajaran bersama-sama di sekolah dengan dipandu tutor, (3) diadakannya Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) di sekolah, (4) melakukan studi banding ke sekolah lain untuk perbaikan proses belajar mengajar, (5) membuat media pelajaran sendiri dalam bentuk VCD dengan mendatangkan tutor, (6) kursus wajib bagi guru dibidang komputer dan bahasa inggris dengan biaya dari sekolah.
Dalam proses pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, terlebih dahulu guru menjabarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ke dalam materi belajar satu semesteran. Materi pelajaran ini harus sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Standar kompetensi dan kompetensi dasar menjadi arah dan landasan untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian. Dalam merancang kegiatan pembelajaran dan penilaian perlu memperhatikan Standar Proses dan Standar Penilaian. Selanjutnya guru menentukan langkah-langkah pembelajaran yang dituangkan dalam bentuk kegiatan belajar mengajar.Proses belajar mengajar mata pelajaran Seni Budaya meliputi : guru, siswa, materi, kegiatan belajar mengajar, metode, sumber belajar dan evaluasi.
Faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dalam pembelajaran Seni Budaya adalah: (1) waktu yang tersedia untuk menyampaikan materi Seni Budaya berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan tidak mencukupi, (2) kurang tersedianya sarana prasarana yang menunjang berlangsungnya kegiatan belajar mengajar Seni Budaya, (3) materi pelajaran Seni Budaya tidak termasuk dalam materi pelajaran yang diujikan secara nasional sehingga menjadikan siswa meremehkan pelajaran tersebut, (4) masih terbatasnya kemampuan guru dalam memahami dan menguasai materi pelajaran Seni Budaya sehingga materi pelajaran berkesan monoton dan tidak berkembang, (5) kurangnya dukungan dari orang tua siswa terhadap pelajaran Seni dan Budaya sehingga sedikit banyak menghambat siswa untuk bisa menekuni pelajaran tersebut.
Saran
Saran-saran yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut :
Bagi Kepala Sekolah :
(1)Kegiatan seni hendaknya dilakukan sebagaimana yang diamanatkan dalam Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan
(2)Perlu mendatangkan nara sumber untuk membahas mata pelajaran Seni Budaya
berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(3)Perlu menyediakan sarana prasarana guna kelancaran proses belajar mengajar Seni
Budaya.
Bagi Guru SLTP :
(1)Saat pertemuan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) dalam rangka kegiatan
merumuskan mata pelajaran Seni Budaya hendaknya mendatangkan ahli di bidang
pendidikan seni rupa, seni musik, seni tari dan seni teater
(2)Sebagai upaya meningkatkan seni anak, (a) hendaknya guru untuk lebih
meningkatkan potensi seni yang dianggapnya paling dikuasai dan disenangi, (b)
meminta bantuan pada guru lain yang lebih menguasai bidang seni tertentu untuk
mengajar, (c) memberikan dorongan pada anak agar lebih bersemangat dan giat dalam
berseni.
(3)Dalam pembelajaran seni hendaknya lebih memaksimalkan potensi alam sekitar,
demikian pula dalam metode penyampaiannya.
(4)Evaluasi hendaknya lebih mempertimbangkan proses dari pada hasil.
Bagi Dinas Pendidikan :
(1)Perlu diadakan penataran dan pelatihan bagi guru SLTP berkaitan dengan
pemahaman Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(2)Perlu diadakan penataran dan pelatihan bagi guru-guru SLTP guna peningkatan
wawasan, pengetahuan dan apresiasi seni.
(3)Perlu dimasukkannya mata pelajaran Seni Budaya dalam Ujian Akhir Nasional
DAFTAR PUSTAKA
De Porter, B. . Dan M. Hernacki. 1992. Quantum Learning. Unleasing Genius in You. New York : Dell Published
Gardner, H. 1993. Multiple Intellegences: The Theory and Practice. New York: Cambridge University Press.
Goldberg, Merryl. 1997. Arts and Learning. An Integrated Approach to Teaching and Learning in Multicultural and Multilingual Setting. New York : Longman.
Jazuli, M. 2001. Metode Penelitian Kualitatif. Semarang : Universitas Negeri Semarang Press.
Munib, Achmad. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Sebuah Kebijakan dalam Meningkatkan Kualitas Pembelajaran). Jurnal Lembar Ilmu Kependidikan no. 2 tahun XXXV 2006 . Semarang : Universitas Negeri Semarang.
Salam, Sofyan. 2001 . Kurikulum Pendidikan Seni yang Esensial dan Realistis. Artikel. Seminar & Lokakarya Nasional Pendidikan Seni 18-20 April. Jakarta.
Semiawan, Cony. 1999. Pendidikan Tinggi : Peningkatan Kemampuan Manusia Sepanjang Hayat Seoptimal Mungkin. Jakarta : Grasindo.
Sindhunata. 2001. Membuka Masa Depan Anak-anak Kita : Mencari Kurikulum Pendidikan Abad XXI.Yogyakarta : Kanisius.
Miles, M. B. Dan A. M. Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. Terj. Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta : UI Press.