Jumat, 12 Juni 2009

. Jumat, 12 Juni 2009

PROSES PENCIPTAAN DAN KREATIVITAS DALAM SENI

Eny Kusumastuti

I.Pendahuluan
Manusia tidak dapat lepas dari seni dalam kehidupan sehari-hari, baik disadari maupun tidak. Seni menarik untuk dibicarakan bukan hanya karena keindahannya, tetapi karena kenyataannya seni selalu melekat pada kehidupan manusia. Melekatnya seni pada hampir seluruh aspek kehidupan manusia sering kali menyulitkan kita untuk memilih seni dan yang bukan seni. Apabila dapat disebutkan jenis-jenis seni seperti seni rupa, seni tari, seni musik, seni drama serta jenis-jenis seni yang lain, sering dijumpai kesulitan untuk memisahkan perwujudan tiap-tiap jenis itu sebab seni yang satu dengan yang lain selalu berkaitan.

Dalam sebuah pertunjukkan seni tari misalnya, sering dijumpai berbagai unsur seni yang saling terkait didalamnya. Walaupun karya tari pada dasarnya dinikmati orang melalui indera mata (penglihatan), tetapi berbagai unsur lainnya muncul secara bersama-sama didalamnya. Tari tidak bisa terlepas dari unsur musik sebagi pengiringnya, unsur seni rupa sebagai tata rias wajah dan busana dan unsur seni drama dalam tata geraknya. Kesatuan unsur-unsur seni tersebut menimbulkan kenikmatan tersendiri yang lebih kompleks sifatnya bagi orang-orang yang mengamatinya. Karya seni tersebut dapat dirasakan dengan kesadaran yang penuh.


Karya seni yang sering tidak disadari keberadaannya adalah karya seni terapan. Misalnya baju , perabot rumah tangga, sampai pada tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari. Masalahnya pemahaman terhadap seni belum memadai pada banyak orang. Apabila manusia menyadari dan memahami keberadaan seni, maka manusia dapat merasakan kenikmatan yang disebabkan oleh pemakaian barang-barang seni terapan tersebut pada tingkatan terpesona.

Demikian pula dalam karya seni yang sifatnya murni, keindahannya dapat diserap dengan baik apabila pengamat dapat menyadari adanya nilai-nilai seni itu. Tanggapan yang baik terhadap seni sekurang-kurangnya dapat diperoleh jika dapat memahami tentang arti seni itu. Untuk bisa masuk kedalam pemahaman seni, perlu mempelajari estetika dan filasat seni .

II.Permasalahan Teori dan Teori Seni
Seni adalah sesuatu yang tidak akan pernah habis untuk dibicarakan oleh banyak orang pada masa sekarang ini. Untuk dapat memahami seni melalui teori-teori seni yang sudah dikemukakan oleh para ahli, sebelumnya perlu memahami terlebih dahulu pengertian definisi, konsep dan teori.

A.Pengertian Definisi, Konsep dan Teori
Menurut Zajuli (2001: 24) dalam bukunya Metode Penelitian Kualitatif, definisi berasal dari kata latin definire yang berarti menandai batas-batas pada sesuatu, menentukan batas, dan memberi ketentuan atau batasan arti. Dengan demikian definisi dapat diartikan sebagai penjelasan apa yang dimaksudkan dengan suatu istilah. Definisi adalah sebuah pernyataan yang memuat penjelasan tentang arti suatu istilah. Definisi menjadi konstruk paling elementer dalam struktur teori, karena menjadi pembatasan atau penjelasan suatu konsep. Sebuah definisi harus memuat dua bagian yaitu bagian pangkal yang disebut dengan istilah definiendum yang berisi istilah yang harus diberi penjelasan, bagian pembatas disebut definiensi yang berisi tentang arti dari bagian pangkal.

Tim Penyusun Filsafat Ilmu UGM (dalam Zajuli 2001: 25-26) membedakan definisi menjadi tiga yaitu nominalis, realis dan praktis. Definisi nominalis adalah penjelasan atas sesuatu istilah dengan menggunakan kata lain yang lebih dikenal. Jadi sekedar menjelaskan istilah sebagai tanda, bukan menjelaskan hal yang ditandai. Definisi nominalis dibedakan menjadi dua yaitu definisi sinonim dan etimologik. Definisi sinonim, yaitu penjelasan yang diberikan dengan menggunakan persamaan kata atau memberikan penjelasan dengan kata yang dimengerti. Definisi etimologik adalah penjelasan dengan cara mengetengahkan asal mula istilahnya. Definisi realis adalah penjelasan tentang hal yang ditandai oleh sesuatu istilah yaitu berdasarkan isi yang terkandung dalam konsep yang didefinisikan. Penjelasan isi dapat dilakukan secara analitik yaitu isi konsep tersebut diuraikan menjadi bagian – bagian atau unsur-unsur. Definisi praktis adalah penjelasan tentang sesuatu hal ditinjau dari segi kegunaan dan tujuan praktis. Definisi ini dibedakan antara yang fungsional dan operasional.

Konsep adalah abstraksi dari sejumlah empiri (pengalaman) yang ditemukan kesamaan umumnya dan kepilahannya dari yang lain atau abstraksi dari sejumlah hal essensial pada suatu kasus dan dilakukan berkelanjutan dari kasus-kasus yang lain. Singkatnya, konsep adalah abstraksi atau pengertian tentang satu objek atau fenomena tertentu (Zajuli 2001: 26-27).
Kerlinger, 1973 (dalam Zajuli 2001: 27-28) mengatakan teori adalah sekumpulan konsep, definisi, preposisi yang saling berkaitan yang menghadirkan suatu tinjauan sistematis atau fenomena yang ada dengan menunjukkan secara spesifik hubungan diantara variable-variabel atau konsep-konsep yang terkait dalam fenomena, dengan tujuan untuk memberikan eksplanasi dan prediksi atas teori sebagai suatu kumpulan statemen yang me miliki kaitan logis sebagai cermin dari kenyataan yang ada tentang sifat atau cirri suatu kelas, peristiwa atau suatu benda. Sedangkan Bogdan dan Biklen 1982(dalam Zajuli, 2001 : 28) mengatakan bahwa teori merupakan suatu pernyataan sistematis yang berkaitan dengan seperangkat proporsi yang berasal dari data dan diuji kembali secara empiris.

B.Teori seni
Pada umumnya orang cenderung menyebut seni untuk benda atau hal-hal yang memiliki sifat aneh. Ada pula orang yang mendefinisikan seni itu sebagai sesuatu yang indah. Orang selalu mengkaitkan seni dengan keindahan. Berbagai pendapat atau definisi-definisi bahkan teori-teori yang muncul sering mempermasalahkan tentang pengertian seni. Ada teori yang menyatakan bahwa seni itu berkaitan erat dengan keindahan, tetapi disatu sisi ada pula teori yang menentang. Teori seni yang menyatakan bahwa seni selalu berkaitan dengan keindahan adalah teori yang dikemukakan oleh Socrates dan pengikut-pengikutnya yang dikenal dengan teori mimesis.

Dalam kesenian jawa yang adiluhung, seni adalah indah. Dalam seni tari Klasik Jawa, Pangeran Surjodiningrat mendifinisikan bahwa dalam definisi tersebut bahwa seni “ ingkang kawastanan jogged inggih punika ebahing sadaya sarandhuning badhan kasarengan ungeling gangsa (gamelan) katata pikantuk wiramaning gending, jumbuhing pasemon kaliyan pikajenging joged” (Soedarso 1998:18). Jelas terlihat tari klasik jawa dekat dengan keindahan.
Seorang tokoh lain yang melihat keindahan dalam sebuah seni adalah George Santayana 1863-1952, berpendapat bahwa keindahan sebagai nilai yang positip, instrinsik dan diobyektifkan yakni dianggap sebagai kwalita yang ada pada suatu benda (The Liang Gie 1976: 39). Pendapat ini jelas mengatakan bahwa nilai keindahan selalu terdapat pada sebuah benda sabagai hasil karya seni.

Sementara itu teori seni yang paling tua yang dikemukakan para filsuf sejak Sokrates, Plato, Aristoteles berpendapat bahwa seni selalu berkaitan dengan keindahan. Aristoteles dalam teori imitasinya mengatakan bahwa imitasi merupakan sumber kenikmatan yang tiada habisnya, biarpun obyek seninya terlihat sengsara namun kesengsaraan itu dapat dinikmati lewat perwujudan artistik (Nugroho 1987: 209-210 dalam Bastomi 1990: 16). Dalam seni tari prinsip imitasi dapat diterapkan melalui mengimitasikan gerak-gerak binatang, tingkah laku manusia yang dipresentasikan dalam bentuk gerak. Spontanitas seniman dalam mempresentasikan benda-benda alam tidak diwujudkan secara murni, melainkan diolah dan disempurnakan agar menjadi lebih baik dari pada alamnya.

Teori lain yang bercorak metafisis dikemukakan oleh seorang filsuf Arthur Schopenhauer 1788-1860. Seni adalah suatu bentuk dari pemahaman terhadap realita. Dan realita yang sejati ialah suatu keinginan (will) yang semesta. Dunia obyektif sebagai ide hanyalah wujud luar dari keinginan itu. Selanjutnya ide-ide itu mempunyai perwujudannya sebagai benda-benda khusus (The Liang Gie 1976: 76).

Teori imitasi ini ditolak oleh Roesseau . Baginya seni bukanlah deskripsi atau reproduksi dunia empiris, melainkan luapan emosi perasaan. Prinsip imitasi, prinsip memetis yang sudah berabad-abad umurnya itu tersisih oleh konsepsi baru yaitu teori ekspresi dengan cita-cita seni kreatif atau seni karakteristik (Bastomi 1990: 18). Benedetto Croce seorang tokoh teori estetika modern mendudukkan peranan ekspresi dalam seni. Croce mengatakan bahwa seni adalah pengungkapan dari kesan-kesan. Expression adalah sama dengan intuition. Dan intuisi adalah pengetahuan intuitif yang diperoleh melalui pengkhayalan tentang hal-hal individual yang menghasilkan gambaran-gambaran angan-angan. Dengan demikian pengungkapan berwujud berbagai gambaran angan-angan seperti misalnya images warna, garis dan kata. Bagi seseorang mengungkapkan berarti menciptakan seni dalam dirinya tanpa perlu adanya kegiatan jasmaniah keluar. Pengalaman estetis seseorang tidak lain adalah ekspresi dalam gambar dan angan-angan (The Liang Gie 1976: 75).

Leo Tolstoi salah seorang penganut teori pengungkapan mengatakan bahwa seni adalah suatu kegiatan manusia yang terdiri dari seorang atau beberapa orang secara sadar dengan perantaraan tanda-tanda lahiriah tertentu menyampaikan perasaan-perasaan yang telah dihayatinya kepada orang –orang lain sehingga mereka kejangkitan perasaan-perasaan ini dan juga mengalaminya (The Liang Gie 1976: 61). Tolstoi mengkaitkan seni dengan pengamat sekaligus sehingga seni sebagai alat komunikasi dari pencipta kepada orang lain.

Herbert Read dalam bukunya The Meaning of Art menyatakan bahwa kata seni paling lazim dihubungkan dengan seni-seni yang bercorak penglihatan atau plastis (yang menciptakan bentuk-bentuk seperti misalnya tanah liat ) (The Liang Gie 1976: 64). Ia juga menganggap bahwa istilah keindahan itu amat relatif, sehingga ia lebih baik mengusulkan agar seni tidak perlu dihubung-hubungkan dengan keindahan, terutama apabila keindahan yang dimaksud adalah konsep pujangga-pujangga Yunani sampai dengan tradisi klasik di Eropa (Soedarso 1998: 5).

Pendapat Herbert Read didukung oleh pendapat Thomas Munro (dalam Soedarso 1998: 11) yang menyatakan bahwa seni adalah alat buatan manusia untuk menimbulkan efek-efek psikologis atas manusia lain yang melihatnya. Efek tersebut mencakup tanggapan-tanggapan yang berujud pengamatan, pengenalan, imajinasi baik yang rasional maupun emosional. Senada dengan pendapat Thomas Munro, Akhdiat Karta Miharja (dalam Rahmanto 1992: 111-112) mengatakan bawa seni sebagai kegiatan rohani manusia yang merefleksikan realitas dalam suatu karya yang berkat dan isinya mempunyai daya untuk membangkitkan pengalaman tertentu dalam alam rohani si penerimanya. Ia dengan tegas menyatakan bahwa seni adalah kegiatan rohani bukan semata-mata kegiatan jasmani. Kedua pendapat tersebut jelas menekankan kegiatan rohani di pihak penerima seni tersebut. Pendapat diatas didukung oleh Ki Hajar Dewantara bahwa seni adalah perbuatan manusia yang timbul dari kehidupan perasaannya dan bersifat indah sehingga dapat menggerakkan jiwa perasaan manusia (Bastomi 1990: 20). Batasan tersebut mengandung pengertian bahwa dalam seni ada kegiatan batin serta perasaan untuk menggerakkan jiwa orang lain sesuai dengan perasaan yang dikandung pencipta.

Pencipta bermaksud mengadakan komunikasi dengan orang lain lewat hasil seni.
Sementara itu Susane K. Langer yang juga menolak teori memesis, mengatakan bahwa seni sungguh-sungguh menghasilkan sesuatu yang lain sama sekali dari realitas alamiah. Karya seni meskipun dalam arti tertentu mempunyai kemiripan dengan alam, namun karya seni sudah tercerabut dari kenyataan alamiah. Prinsip ketercerabutan dari kenyataan alamiah inilah yang terjadi (Sudirja, 1982 dalam Rahmanto 1992: 114).

III.Proses Penciptaan Dalam Seni
A.Proses penciptaan

Berdasarkan teori –teori seni yang sudah disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa sebuah karya seni tidak dapat terlepas dari proses penciptaannya dan si pencipta itu sendiri. Mencipta pada dasarnya adalah melahirkan sesuatu. Walaupun proses kelahiran itu diwarnai oleh derita, rasa duka atau rasa takut, kesemuanya akhirnya bermuara pada rasa suka cita (Sahman 1993: 66). Bargson mengatakan bahwa dimana rasa suka cita itu tampil, maka disitulah orang menjumpai kerja mencipta. Mencipta dalam arti keberhasilan menampilkan sesuatu tentu akan menimbulkan rasa suka cita. Rasa suka cita adalah sama untuk semua orang, apakah itu untuk seni tari, seni musik dan seni rupa. Proses mencipta adalah sebuah proses yang melahirkan rasa suka cita. Rasa suka cita ini adalah yang bersifat spiritual, yang berada diatas yang bersifat ragawi, materiil, lahiriah dan bersifat sementara (Sahman 1993: 66).

Berdasarkan teori-teori yang ada, maka proses mencipta bisa dikategorikan menurut teori mimesis dan teori pengungkapan. Proses penciptaan yang bertolek dari teori mimesis yang menyatakan bahwa kerya seni adalah hasil dari tiruan alam, diawali dari pengamatan terhadap obyek alam. Hal tersebut sesuai dengan metafisika Plato yang mendalilkan adanya dunia ide pada taraf yang tertinggi sebagai realita Illahi. Pada taraf yang lebih rendah terdapat realita duniawi ini, merupakan cerminan semu dan mirip dengan realita Illahi itu (The Liang Gie 1976: 76).

Teori Plato sering diterapkan dalam proses penciptaan gerak tari klasik maupun tari kreasi. Dalam tari dikenal adanya gerak maknawi yaitu gerak sehari-hari yang mempunyai makna. Gerak maknawi ini setelah distilir akan menjadi gerak tari yang indah. Oleh karena itu tari lebih cenderung merupakan proses tiruan alam yaitu menirukan gerak sehari-hari baik dari gerak binatang, tumbuhan maupun manusia serta alam ciptaan Tuhan. Jadi karya seni menurut teori Plato, adalah tiruan dari suatu tiruan lain sehingga bersifat jauh dari kebenaran atau menyesatkan.

Bertolak belakang dengan teori mimesis, teori pengungkapan yang dipelopori Roesseau menitik beratkan pada konsep kreativitas di dalam proses penciptaan sehingga seorang seniman dalam proses penciptaannya selalu mengandalkan perasaan dan kreativitasnya. Dalam proses penciptaan menurut teori ini, unsur yang paling penting adalah intuisi atau inspirasi. Seorang pencipta dalam menciptakan sebuah karya biasanya dimulai oleh munculnya sebuah gagasan yang tidak dicari dengan susah payah tetapi lebih merupakan hasil penemuan. Gagasan datang, mungkin saja dengan tiba-tiba yang biasa disebut intuitif (spontan), tanpa didahului oleh renungan yang berkepanjangan.
Jika para ilmuan bekerja dengan bantuan daya penalarannya, maka para seniman perlu lebih mengandalkan perasaannya. Namun perasaan ini tidak boleh lebih terlalu berlebihan. Perasaan yang dimiliki pencipta harus yang mendalam dan jernih, artinya perasaan itu harus terkendali dan bahkan dapat membimbing langkah si pencipta (Sahman 1993: 67).

Proses penciptaan sebuah karya seni selalu berhubungan dengan aktivitas manusia yang disadari atau disengaja. Kesengajaan orang mencipta seni mungkin melalui persiapan yang lama dengan perhitungan-perhitungan yang matang dan proses penggarapannya pun mungkin memakan waktu yang cukup lama pula. Hasil seni yang dicapai melalui proses penciptaan yang melalui perhitungan teknis biasanya bersifat rasional. Hasil seni yang dicapai melalui proses penciptaan yang melalui perhitungan rasional akan mengandung estetika intelektual. Sementara itu hasil seni yang diciptakan berdasarkan perasaan biasanya bersifat emosional. Estetika yang ada pada hasil seni yang diperoleh dari aktivitas perasaan dikatakan estetika emosional (Bastomi 1990: 80).

B.Prinsip-prinsip penciptaan
Dalam proses penciptaan sebuah karya seni mengandung ciri-ciri bentuk estetis yang dibahas oleh ahli estetik De Witt H. Parker dalam bukunya The Analysis of Art (The Liang Gie 1976: 48). Ada 6 asas dalam estetika, yaitu :
1.The Principle of organic unity (asas kesatuan utuh)
Asas ini berarti bahwa setiap unsur dalam suatu karya seni adalah perlu bagi nilai karya itu dan karya tersebut tidak memuat unsur-unsur yang tidak perlu dan sebaliknya mengandung semua yang diperlukan.
2.The principle of theme (asas tema)
Dalam setiap karya seni terdapat satu ide induk atau peranan yang unggul berupa apa saja (bentuk, warna, pola irama, tokoh atau makna) yang menjadi titik pemusatan dari nilai keseluruhan karya itu.
3.The principle of thematic variation (asas variasi menurut tema)
Tema dari suatu karya seni harus disempurnakan dan diperbagus dengan terus menerus mengumandangkannya.
4.The principle of balance (asas keseimbangan)
Keseimbangan adalah kesamaan dari unsur-unsur yang berlawanan atau bertentangan. Dalam karya seni walaupun unsur-unsurnya tampaknya bertentangan tetapi sesungguhnya saling memerlukan karena bersama-sama menciptakan kebulatan.
5. The principle of evolution (asas perkembangan)
Kesatuan dari proses yang bagian-bagian awalnya menentukan bagian-bagian selanjutnya dan bersama-sama menciptakan suatu makna yang menyeluruh.
6.The principle of hierarchy (asas tata jenjang)
Kalau asas variasi menurut tema, keseimbangan dan perkembangan mendukung asas-asas utama kesatuan utuh, maka asas yang terakhir ini merupakan penyusunan khusus dari unsur-unsur dalam asas-asas tersebut.

IV.Proses Kreativitas Dalam Seni
Proses kreatif sebagai proses mental dimana pengalaman masa lampau dikombinasikan kembali, sering dalam bentuk yang diubah sedemikian rupa sehingga timbul pola-pola baru, bentuk-bentuk baru yang lebih baik untuk mengatasi kebutuhan tertentu (Arnolt dalam Bastomi 1990: 108). Proses kreatif dimulai dari dalam diri manusia berupa pikiran, perasaan atau imajinasi kreatif manusia kemudian dituangkan menggunakan media dan teknik tertentu, sehingga melahirkan karya-karya kreatif . Utami Munandar (dalam Zahri Jas 1995: 2) menyatakan bahwa secara luas kreativitas bisa berarti sebagai potensi kreatif, proses kreatif dan produk kreatif. Proses kreativitas melalui kegiatan seni adalah jalan sebaik-baiknya yang dapat dilakukan sebab melakukan kegiatan seni berarti terjadi suatu proses kreatif.

Menurut Herman Von Helmholtz (dalam Winardi dalam Bastomi 1990: 109-110) proses kreasi melalui tiga tahapan, yaitu :
Pertama, tahap saturation yaitu pengumpulan fakta-fakta, data-data serta sensasi-sansasi yang digunakan oleh alam pikiran sebagai bahan mentah dalam menghasilkan ide-ide baru. Dalam hal ini, semakin banyak pengalaman atau informasi yang dimiliki oleh seseorang mengenai masalah atau tema yang digarapnya semakin memudahkan dan melancarkan pelibatan dirinya dalam proses tersebut.

Kedua, tahap incubation yaitu tahap pengendapan. Semua data informasi serta pengalaman-pengalaman yang telah terkumpul kemudian diolah dan diperkaya dengan masukan-masukan dari alam prasadar seperti intuisi, semua pengalaman dan pengetahuan yang relevan juga fantasi dan asosiasi. Inspirasi yang munculnya secara tiba-tiba merupakan manifestasi kerja sebelumnya yang berlangsung di bawah sadar. Ispirasi segera disusul oleh visi. Visi adalah kemampuan untuk melihat potensi dalam sebuah ide baru. Visi akan membantu memperkuat dan menjernihkan pandangan inspirasi akan menjadi lebih jelas gambarannya setelah tumbuh dalam berkembangnya imajinasi. Sedangkan imajinasi adalah daya untuk menghasilkan beberapa fungsi perlambang (symbol).

Ketiga, tahap illumination, jika pada tahap persiapan orang masih mencari-cari dan pada tahap inkubasi orang berada dalam proses dan penyusunan apa yang diperoleh sebelumnya, maka pada tahap nini semuanya telah jelas. Idenya jelas apa yang dicitakan telah tercapai. Kemudian yang bersangkutan tinggal mengekspresikan.

Untuk mengekspresikan kreasi seni sehingga menjadi bentuk nyata diperlukan keberanian dari orang yang kreatif serta suasana bebas yang mendukungnya. Kreativitas sebagai hasil banyak ditentukan oleh pribadi seseorang maka dari itu kreativitas sifatnya pribadi.

V.Penutup
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa seni sifatnya sangat relatif, seperti halnya orang memandang keindahan. Keindahan sebuah karya seni sifatnya subyektif meskipun diakui bahwa sebuah karya seni itu indah.. Keindahan sebagai hasil dari proses penciptaan seni, bisa bersumber dari alam sebagai ciptaan Tuhan yang merupakan keindahan Illahi atau dari ide yang pada taraf tertinggi sebagai realita Illahi atau bahkan ide pada taraf rendah yang terdapat pada realita duniawi.


DAFTAR PUSTAKA

Bastomi, Suwaji. 1990. Wawasan Seni
Semarang
. IKIP Semarang Press

Rahmanto, B. 1992. Simbolisme Dalam Seni.
Basis Majalah Kebudayaan Umum.

Sahman, Humar. 1993. Estetika, Telaah Sistemik Dan Historik. Semarang IKIP Semarang Press.

Soedarso,Sp. 1998. Seni Dan Keindahan. Pidato
Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
pada Fakultas Seni Rupa ISI
Yogyakarta. ISI Yogyakarta.

Liang Gie, The. 1976. Garis-garis Besar Estetik
(Filsafat Keindahan)
. Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada.

Zahri Jas. 1995. Pengembangan Budaya Kreatif Dan Nilai-nilai Estetik Dalam

Pendidikan Seni. Seminar Nasional Konsep dan
Implementasi Pendidikan Seni


Zajuli, M. 2001. Metode Penelitian Kualitatif. Fakultas Bahasa Dan Seni Universitas Semarang

 
Namablogkamu is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com